by

LOVE IS BLIND

-Artikel-694 views

Berbicara tentang cinta rasanya tak pernah ada habisnya. Cinta menjadi sumber inspirasi bagi para seniman dan menjadi karya seni. Cinta menjadi inspirasi film Romeo and Juliet yang di Indonesia menjadi film Romi dan Yuli. Cinta masuk dalam tembang atau lagu dan muncullah ‘Jatuh Cinta Sejuta Rasanya’ yang dinyanyikan oleh Eddy Silitonga. Ada juga ‘Cinta Kilat’ dan ‘Laut Cinta’ nya Bimbo. Nah, ada satu diantara banyak sebutan cinta yang sering kita dengar yaitu ‘Love is blind’ alias cinta itu buta. Apa maknanya ya? Kalau orang buta berarti tidak bisa melihat, maka dia akan berjalan nabrak-nabrak. Nah, kalau cinta itu buta kiranya cinta itu nabrak-nabrak. Nabrak apa? Bisa jadi nabrak norma moral seperti: seks bebas, tidak mau menerima masukan atau nasihat orang demi baiknya. Orang yang sudah saling jatuh cinta dan tidak mau menerima masukan, mereka akan masuk perkawinan dengan cara menabrak. Peringatan-peringatan tidak diterima. Buntutnya pernikahannya ambyar.

Berikut adalah kisah rumah tangga yang ambyar karena sewaktu masih pacaran tidak mau menerima masukan atau nasihat dari orangtua, dari orang yang kompeten dalam bidang rumah tangga maupun guru BK.

Kisah I.

Ada seorang siswi sebut saja Asmi (bukan nama sebenarnya). Asmi dekat dengan seorang guru yang sudah seperti ayah kandung sendiri. Bisa dikatakan sebulan sekali Asmi pasti main ke rumah guru ini untuk sekedar main. Asmi menganggap guru ini sebagai pembimbingnya. Apabila sedang ada masalah Asmi pasti konsultasi pada guru ini. Segala masalah, apa saja, pasti diceritakan pada guru ini. Dari persoalan dengan orangtua, dengan saudari kandung, masalah pergaulan sampai masalah pacaran selalu dibicarakan dengan guru ini. Suatu hari Asmi datang ke rumah  guru ini dengan Boby (bukan nama sebenarnya). Boby adalah pacar Asmi. Momen itu menjadi momen perkenalan bagi Boby dengan sang guru. Tentu dengan pertemuan yang singkat ini, sang guru belum bisa mengenal Boby secara mendalam. Tetapi karena Asmi bercerita banyak tentang Boby, sang guru menjadi tahu kepribadian Boby lebih mendalam. Tenyata Boby adalah seorang cowok dengan kepribadian yang tidak baik. Asmi menyebut beberapa hal yang tidak baik pada diri Boby. Menurut Asmi, Boby adalah seorang yang posesif. Hal itu antara lain nampak pada sikap Boby yang suka melarang Asmi untuk bergaul dengan teman-temannya yang dulu dekat dengan Asmi. Bahkan dengan sang guru, Boby melarang Asmi untuk berhubungan. Contoh lain sikap posesif Boby adalah melarang Asmi untuk menari yang merupakan talenta Asmi. Padahal Asmi adalah penari yang sudah level nasional. Pernah suatu hari Asmi mau membeli makanan kesukaan Asmi di sebuah resto dan Asmi menelepon Boby untuk memberitahu. Apa jawab Boby? Boby melarang Asmi pergi. Asmi diminta tinggal di rumah saja, nanti makanan akan dikirim ke rumah Asmi. Beberapa saat kemudian makanan datang diantar oleh salah satu pembantu Boby. Boby memang anak orang kaya, dan Boby sendiri juga kaya berkat usaha atau kerja Boby. Kebutuhan fisik Asmi selalu tercukupi. Namun apakah kebutuhan jiwa Asmi juga tercukupi? Ini tanda tanya, melihat apa yang terjadi di atas. Maka pada saat Asmi minta pertimbangan sang guru sewaktu mau menikah, sang guru memberi nasihat supaya dipertimbangkan betul-betul, sebab di balik sifat posesif Boby ada juga watak suka mendikte dan hedonis. Akhirnya Boby dan Asmi menikah. Sepertinya Asmi tergiur pada kekayaan Boby. Paling tidak dari sisi kesejahteraan fisik atau finansial akan tercukupi bahkan berlebih. Dalam perjalanan rumah tangga selanjutnya, kerikil-kerikil rumah tangga mulai bermunculan. Hedonisme Boby mulai mencuat. Salah satu yang cukup serius adalah perselingkuhan. Di usia perkawinan yang baru tujuh bulan, Boby sudah mulai berselingkuh. Sejak saat itu, rumah tangga Asmi dan Boby banyak berantem. Keuangan Boby pun menjadi amburadul. Banyak uang digunakan untuk memanjakan selingkuhan Boby daripada untuk memanjakan Asmi sebagai isteri yang sah.

Kisah II.

Saya mempunyai seorang teman. Teman saya mempunyai seorang anak cewek sebut saja Rani (bukan nama sebenarnya). Rani sejak SMP cukup dekat relasinya dengan teman cowok satu sekolahnya, sebut saja Bona (bukan nama sebenarnya). Hubungan yang berawal dari pertemanan akhirnya menjadi pacaran. Hubungan ini berjalan sampai Rani selesai kuliah. Hubungan pacaran ini semakin intensif. Hampir setiap malam minggu Bona mengapeli Rani. Namun rupanya di mata orangtua Rani, Bona dinilai sebagai cowok yang dalam banyak hal kurang matang atau kurang baik. Pertama, Bona belum mempunyai pekerjaan tetap. Di mata orangtua Rani, Bona dianggap tidak punya tata krama. Kalau Bona mengapeli Rani, mestinya ‘kula nuwun’ layaknya seorang tamu. Bona tidak melakukan itu. Apa yang Bona lakukan? Sambil duduk di atas motornya, Bona memanggil ‘Rani, Rani’. Orangtua Rani, lebih-lebih mama Rani, sangat jengkel dibuatnya. Belum lagi antara Rani dan Bona beda agama. Mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, orangtua Rani sudah memperingatkan Rani untuk tidak melanjutkan pacaran dengan Bona. Orangtua Rani sangat keberatan kalau Rani membangun rumah tangga dengan Bona. Bahkan mama Rani memasukkan temannya untuk mempengaruhi Rani agar memutuskan pacarannya dengan Bona. Tetapi yah, Rani rupanya melihat Bona sebagai seorang pribadi atau cowok yang tidak ada cacatnya. Cinta Rani kepada Bona sungguh buta ‘Love is blind’. Rani dan Bona dinikahkan. Dan bagaimana perkawinan mereka? Tidak sampai satu tahun ambyar. Rani dan Bona bercerai.

Disini saya hanya menceritakan dua contoh perkawinan yang berlandaskan ‘Love is blind’. Masih banyak cerita yang lain. Dengan uraian ini, harapannya semoga muda-mudi yang memilih jalan hidup membangun keluarga lebih bijak. Berani mendengarkan dan menerima masukan dari orang lain. Jika memang masukan orang lain itu mengenai hal-hal yang prinsip, kiranya perlu dipikirkan secara serius. Misalnya, mengenai kepribadian atau karakter Boby dan Bona dalam kisah di atas. Asmi dan Rani sudah menerima masukan yang menilai Boby dan Bona sebagai pribadi-pribadi yang kurang baik. Mestinya Asmi dan Rani tidak melanjutkan hubungan mereka sampai ke jenjang perkawinan. Lebih baik putus daripada nekad berumah tangga tetapi ambyar.

 

Penulis: Ph. Ispriyanto.

Kontributor

Comment

Leave a Reply