Wartaindonews, SOLO – Membaca puisi yang berjudul “SERAKAH” yang ternyata juga merupakan lirik lagu dari Trenchem Band, sebuah band beraliran rock asal Solo pada tahun ’70 an, nampaknya menginspirasi saya untuk menulis yang nampaknya cocok dengan sikon saat ini.
Puisi tersebut telah dimuat di wartaindo.news pada 30 Mei 2019 yang berbunyi seperti ini :
Temaram Jingga
Bagaikan bara
Kering dan gersang air tiada mengalir
Polusi ini kian meraja
Embun pagi yang sejuk tiada berdaya
Panasnya panas
Gerahnya gerah
Beri aku air
Pelepas dahaga
Jaga kelestariannya
Tanahku Indonesia
Jaga dari tangan jahil yang serakah kuasai dunia
Wahai manusia
Sadarlah sadar
Akankah kau habisi kekayaan alam
Hutan dan rimba
Gunung dan lembah
Lestarikan dan jaga
Dari kepunahan
Panasnya panas
Gerahnya gerah
Beri aku air
Pelepas dahaga
Jaga kelestariannya
Tanahku Indonesia
Jaga dari tangan jahil yang serakah kuasai dunia
———–00000———–
Sebuah lirik lagu yang begitu puitis dibuat oleh Retno Damora, istri dari alm.Bambang Oen Damoera, salah satu personil band Trenchem asal Solo yang merupakan salah satu perintis musik cadas band rock di Indonesia pada tahun ’70 an.
Dalam lirik lagu tersebut yang berbunyi “Jaga kelestariannya tanahku Indonesia. Jaga dari tangan jahil yang serakah kuasai dunia” nampaknya Retno ingin mengkritisi tentang menjaga lingkungan hidup, sekaligus keserakahan dari para tuan tanah atau penguasa tanah yang ingin kuasai dunia, terbukti dari para pemilik lahan perkebunan ratusan hingga ribuan hektar dikuasai oleh orang-orang yang dekat dengan penguasa pada jaman sebelum pemerintahan Jokowi.
Seperti kita lihat saat debat pilpres 2019 baru-baru ini, bahwa Prabowo ternyata memiliki ratusan ribu hektar yang sempat terungkap, “Saya tahu Pak Prabowo punya lahan luas di Kalimantan Timur sebesar 220.000 hektare, dan 120.000 hektare di Aceh Tengah,” kata Jokowi saat itu.
Kita semua juga tau, tambang emas di Irian yang telah tergadaikan oleh Freeport sejak awal pemerintahan alm.Presiden Soeharto, dimana kekayaan alam RI terkeruk habis selama lebih dari 50 tahun oleh Freeport perusahaan dari Amerika.
Baru terkuak belang penguasa sebelum pemerintahan Jokowi setelah kasus “papa minta saham” bocor di media massa tahun lalu.
Begitulah bentuk keserakahan para penguasa dari pemerintahan masa lalu.
Juga akhir-akhir ini, terkuak dana yang masih parkir di Swiss milik orang-orang Indonesia, tinggal menunggu siapa saja pemiliknya dan dari mana asal-usul dana tersebut. Masih terkaitkah dengan para penguasa sebelumnya?
“Panasnya panas” seperti suhu politik akhir-akhir ini yang melanda bumi pertiwi karena nafsu “serakah” seseorang yang ingin berkuasa untuk menguasai negeri ini.
Menghalalkan segala cara merupakan sifat alami yang dipunyai seseorang yang memiliki sifat serakah karena tidak puas dengan apa yang telah mereka raih. Maka ketika mereka menginginkan sesuatu, cara seperti apapun mereka ambil demi tercapainya tujuan tersebut.
Tak terasa ia dimanfaatkan dan ditunggangi oleh mereka yang ingin melanggengkan keserakahannya pula dengan menghalalkan segala cara, seperti menebar berita hoax, melakukan provokasi, membuat hasutan sana-sini, menyebar issue negative dengan menanamkan bad image, hingga demo 21-22 Mei yang menginginkan Indonesia bisa chaos dan pecah perang barata yudha, namun tak disangka bisa diredam oleh Polri dan TNI, sehingga padang Kurusetra tak menjadi ajang perang saudara, tak ada banjir darah disana, hasutan si Sangkuni tak mampu memporak-porandakan NKRI karena dijaga oleh Sang Hyang Widi melalui POLRI dan TNI. Tinggal menunggu perintah, Bima atau Werkudoro akan mendatangi si Sangkuni untuk diadili.
Ingat di jaman milenial ini rekam jejak digital tak bisa dihapus dari “Hidup ini yang adalah rangkaian dari berbagai pilihan yang kita buat, yang turut menentukan tujuan akhir hidup setiap manusia.”
Mau serakah dengan keangkaramurkaan atau mau hidup bersahaja bahagia mensyukuri apa adanya itu pilihan.
Monggo, mau masuk kubu Kurawa atau Pandawa, itu juga pilihan, yang pasti setiap pilihan ada plus, minus dan interesting-nya itu yang dikenal dengan teori PMI Analysis – Edward de Bono. (Dannyts)
Comment