by

SADAR PENUH HADIR UTUH

-Artikel-613 views

SADAR PENUH HADIR UTUH, sebuah ungkapan yang terdiri dari 4 (empat) kata ini merupakan ungkapan yang memiliki makna yang mendalam. Sikap SADAR PENUH HADIR UTUH, hendaknya menjadi sikap setiap orang dalam menjalani hidup sehari-hari, dalam tugas apapun yang menjadi tanggung jawabnya. Bahkan dalam menjalankan atau melakukan apa saja. Mengapa demikian? Bukankah SADAR PENUH HADIR UTUH itu dalam ungkapan yang sederhana berarti memusatkan perhatian atau konsentrasi atau fokus. Dengan sikap SADAR PENUH HADIR UTUH, banyak buah atau hasil yang positif yang bisa kita petik. Ini sesuatu yang logis atau wajar, karena orang mengerjakan sesuatu dengan fokus, penuh perhatian. Akan beda hasilnya apabila orang melakukan sesuatu dengan pikiran yang bercabang-cabang. Bisa jadi dengan pikiran yang bercabang-cabang, hasilnya tidak baik atau gagal. Di zaman now, di era super modern ini, rasanya semakin banyak orang yang perilaku atau cara hidupnya tidak berpegang pada sikap SADAR PENUH HADIR UTUH. Bisa jadi salah satu penyebab orang tidak berpegang lagi pada sikap SADAR PENUH HADIR UTUH karena dipicu oleh gaya hidup ‘heatic life’ alias hidup yang serba tergesa-gesa karena persaingan sehingga takut kehilangan kesempatan, lalu orang mengerjakan sesuatu dengan bercabang pikiran. Mengerjakan 2 (dua) hal sekaligus. Mereka berpendapat akan berhasil menyelesaikan 2 (dua) pekerjaan. Apakah betul demikian? Efektif dan efisien kah mengerjakan sesuatu dengan pikiran yang bercabang?

Marilah kita lihat kejadian atau peristiwa berikut yang dijalani dengan pikiran atau kegiatan yang bercabang.

Peristiwa 1.
Ada seorang ibu muda sedang menunggui anaknya yang masih kecil, sebut saja Nona (bukan nama sebenarnya). Nona asyik bermain dengan mainan yang dia miliki. Ibu mengawasi Nona. Ibu memusatkan perhatian pada Nona, agar bisa memastikan bahwa Nona bermain dengan benar dan aman. Ibu menjalankan prinsip SADAR PENUH HADIR UTUH. Namun lama-lama, ibu mulai mengambil HP dan asyik berHP ria. Ibu sekarang melakukan 2 (dua) kegiatan, yaitu menjaga Nona dan bermain HP sendiri. Dalam keadaan seperti itu berarti ibu sudah tidak lagi SADAR PENUH HADIR UTUH untuk Nona. Perhatiannya bercabang. Nah apa yang terjadi? Karena ibu keasyikan main HP sendiri, Nona menghilang dari tempat bermainnya. Pada saat ibu berhenti berHP dan mengarahkan pandangannya ke tempat bermain Nona, ternyata Nona tidak ada di sana. Ibu mulai bingung dan gelisah, khawatir di mana Nona, padahal rumah dalam keadaan tertutup, tidak ada satu pintu pun yang terbuka. Ibu mencari ke kamar tamu, dapur, kamar makan, kamar TV, kamar tidur ayahnya, ke semua ruang tetapi Nona tidak ditemukan. Lalu ibu bertanya kepada ayahnya yang sedang bersantai di kamar. ‘Ayah, apakah ayah melihat Nona? Ayahnya menjawab: ‘Lho, sejak tadi kan sama kamu. Lha kamu itu bagaimana menunggu kok sampai Nona tidak di tempat tidak tahu. Kamu sembrono’. Ayahnya marah. Akhirnya Nona ditemukan di lantai 2 (dua). Nona naik tangga ke kamar tantenya. Untung Nona tidak jatuh. Nona masih kecil, belum waktunya naik tangga sendiri. Ayah dan ibu Nona marah. Untung Nona tidak jatuh. Andaikata Nona jatuh, bayangkan bagaimana keadaannya. Nona akan jatuh berguling-guling.

Peristiwa 2.
Penulis mempunyai banyak teman atau sahabat. Penulis sering bepergian bersama teman. Untuk menghadiri pertemuan atau sekedar santai-santai supaya tidak stress, terlalu serius memikirkan sesuatu. Biasanya penulis duduk manis saja dalam mobil, sedangkan yang setir biasanya teman penulis. Dalam menyetir mobil, penulis mengamati dan merasakan cara teman menyetir mobil. Ada yang cara menyetirnya halus, ada yang kasar. Ada yang hati-hati, ada yang sembrono. Ada yang konsentrasi penuh alias SADAR PENUH HADIR UTUH, ada yang sambil mengerjakan hal lain. Apa yang terjadi, apabila orang sedang menyetir sambil menggunakan HP. Konsentrasi menyetirnya akan terbelah. Dan apa akibatnya? Bisa mulai dari dicaci maki pengguna jalan lain yang terganggu, karena mobil jalannya jadi lambat dan menghalangi. Yang lebih serius bisa terjadi tabrakan dengan kendaraan lain atau menabrak pohon, masuk jurang, dll. Tidak ada untungnya.

Peristiwa 3.
Penulis pernah mengikuti perayaan ekaristi penerimaan sakramen penguatan alias krisma, yang dipersembahkan oleh Bapa Uskup. Sebuah peristiwa yang sakral. Gereja penuh dengan calon penerima krisma, pendamping krisma dan para orangtua. Penulis duduk di samping seorang ibu yang mengantar anaknya untuk menerima sakramen penguatan. Ibu ini nampak berdoa dengan khusuk, kidmat. Tibalah saat menerima Tubuh Kristus. Penulis ada di belakang ibu ini. Setelah menerima Tubuh Kristus, ibu ini kembali ke tempat duduknya. Ibu berlutut dan mengucapkan kata-kata dengan pelan. Penulis yakin ibu ini sedang berdoa, tetapi penulis heran kali ini, ibu ini berdoa kok ada kalimat yang aneh: ‘Engko bayar bayarane nek aku wis mulih saka Greja ya’ (Nanti bayar bayarannya kalau aku sudah pulang dari Gereja ya). Lucu. Tenyata ibu menunduk itu awalnya berdoa tetapi pindah ke urusan bisnis. Nah kalau seperti ini, doanya kan jadi bercabang. Doa menjadi tidak fokus.

Nah dari ketiga peristiwa itu bisa disimpulkan bahwa SADAR PENUH HADIR UTUH itu sangat diperlukan pada saat orang menjalankan sesuatu. Dengan SADAR PENUH HADIR UTUH, hasil akan baik atau optimal atau utuh. Dalam ketiga peristiwa itu baik berarti: tenang, tidak khawatir atau gelisah dalam peristiwa 1 karena kalau ibu tidak main HP, ibu bisa mengamati segala gerak gerik anaknya, tidak akan menghilang. Pada peristiwa 2, baik berarti tidak dicaci maki orang atau tabrakan atau masuk jurang. Pada peristiwa 3, baik berarti doanya khusuk, khidmat, tidak melebar kemana-mana. Untuk itu, marilah kita dalam melakukan segala sesuatu selalu didasari sikap SADAR PENUH HADIR UTUH.

 

Penulis: Ph. Ispriyanto.

Kontributor

Comment

Leave a Reply