Wartaindo.news – Tiga jam sepuluh menit waktu perjalanan Argo Parahyangan ( Gopar ) dari Bandung pagi itu serasa begitu cepat berlalu.
Awalnya saya agak ragu menyapa pria di sebelah saya yang tengah asyik dengan majalah “Time” yang dibacanya. Tapi rupanya dengan sikap yang santun ia merasa perlu untuk menyapa terlebih dahulu. Diawali dengan formalitas perkenalan, saya sempat bertanya : “Apakah sering pakai kereta-api Jakarta-Bandung seperti ini ?”
“Ya, kereta-api merupakan pilihan yang lebih baik saat ini untuk menghindari kemacetan di tol Cikampek. Selain tepat waktu, kondisi gerbong kereta yang baru ini juga nyaman.”
Dari pembicaraan di awal perkenalan, saya kemudian tahu bahwa pria yang saya taksir berusia 50 an tersebut adalah seorang pejabat di Badan Siber & Sandi Negara ( BSSN ). Ia pun pernah bertugas sebelumnya di Badan Intelejen Negara ( BIN ).
“Bagaimana pendapat Anda tentang situasi politik menjelang pilpres sekarang ini ?” Saya mencoba masuk pada pembicaraan yang lebih “serius”.
“Saya tidak ingin bicara soal politik praktis yang dimainkan oleh kedua kubu paslon ya Pak, karena itu bukan domain saya. Tetapi harus saya katakan bahwa apa yang terjadi sekarang ini sesungguhnya bukan hal yang “biasa” dan “normal” sebagaimana pilpres-pilpres yang telah lalu.”
“Maksud Anda ?” Saya mencoba menggali penjelasannya lebih lanjut.
“Situasi sekarang ini sesungguhnya bukanlah semata kontestasi politik antara kubu #01 dengan #02. Tetapi di balik itu, yang terjadi sebenarnya adalah pertarungan terselubung antara mereka yang ingin mempertahankan & merobohkan NKRI.”
“Apa indikatornya kok bisa dikatakan seperti itu ?”
“Sejak lama kami telah mendeteksi terjadinya upaya sistematis dari kelompok radikal di dalam negeri yang dibantu oleh jaringan internasional untuk merobohkan NKRI ini. Mereka telah lama dibiarkan berkembang dan menyusup ke institusi pendidikan, elemen masyarakat, bahkan instansi Pemerintah dan TNI. Meskipun de jure sudah dibubarkan, tetapi de facto mereka masih ada. Dan momentum pilpres ini mereka gunakan dengan memanfaatkan salah satu kubu yang bisa diajak “berkolaborasi” untuk mencapai kepentingan kelompok mereka secara bertahap. Kelompok ini berafiliasi dan didukung oleh pihak luar menggunakan proxy war ~ memecah-belah & mengadu domba ~ melalui media sosial dan serangan siber. Pada tahun 2018 yang lalu saja tercatat ada 225 juta lebih serangan siber dalam kerangka proxy war tersebut.”
“Mereka berupaya mempengaruhi & mendistorsi persepsi publik agar terjadi polarisasi pendapat dalam masyarakat. Mereka menyasar masyarakat Indonesia yang sebagian besar awam dan rata-rata masih berpendidikan SMP ini, antara lain dengan memanfaatkan isu-isu SARA, khususnya agama. Mereka masuk ke dalam masjid-masjid dan pengajian dengan memanfaatkan orang-orang yang punya ambisi pribadi dan pandai berorasi untuk mempengaruhi jamaah yang awam tersebut. Mereka sengaja menebarkan rasa ketakutan seperti ancaman tenaga kerja dan investasi asing, hutang negara yang semakin besar, sampai ancaman kebangkrutan negara, ditambah dengan semburan ujaran kebencian yang menyerang pribadi dan kelompok tertentu. Isu-isu negatif yang dibungkus dengan kemasan agama ini akan langsung masuk pada crock brain orang-orang awam tersebut sehingga akal sehatnya tidak lagi dapat berfungsi. Ketika ini terjadi, maka fakta dan data riil yang disampaikan pada mereka akan menjadi sia-sia”.
Mendengar penjelasannya, sejenak terlintas dalam benak saya kata-kata ilmuwan muslim dari Andalusia, Ibnu Rushd :
“Kalau ingin menguasai orang bodoh, bungkuslah sesuatu yang batil dengan kemasan agama”
Ia kemudian meneruskan uraiannya :
“Itulah yang disebut dengan teknik hypnowriting yang biasa dipakai dalam dunia pemasaran. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari kepentingan asing dalam penguasaan ekonomi dan bisnis terhadap negara kita”.
“Apakah itu terjadi akibat pembubaran Petral, divestasi Freeport, pengambilalihan Blok Mahakam & Rokan, pemberantasan ilegal fishing, dan kebijakan Pemerintah RI lainnya yang merugikan banyak pihak di dalam maupun luar negeri ?”
“Ya, itu sebagian di antaranya. Disini terjadi adanya “kolaborasi” berbagai kelompok kepentingan yang bersifat ideologis, politis, dan ekonomis. Mereka sekarang “bersinergi” dengan satu komitmen untuk meraih ambisi memenangi pilpres dalam jangka pendek dan pada gilirannya meruntuhkan NKRI dalam jangka menengah. Strategi yang populer dengan istilah propaganda Rusia atau firehouse of falsehood ini telah terbukti sukses dalam pilpres di USA dan Brasil, tetapi gagal di Swedia dan Perancis. Sedangkan proxy war yang dimainkan dengan jitu terbukti telah mampu membuat Suriah, Irak, dan Libya hancur berkeping-keping dan ekonominya dapat mereka kuasai.”
“Apakah menurut Anda strategi yang sama akan bisa berhasil di Indonesia ?”
“Itu sangat tergantung pada kita sendiri. Jika kita tidak waspada dan menyadari situasi yang terjadi sekarang ini, strategi tersebut ada kemungkinan bisa berhasil. Kenyataannya, sekarang ini telah terjadi polarisasi dalam masyarakat Indonesia. Jika ini terus berlanjut setelah pilpres nanti, kita tidak tahu apa yang akan terjadi, karena cyber war memiliki beberapa tahapan sebelum akhirnya bisa menguasai sebuah negara …”
Kemudian ia menguraikan rencana strategis yang biasa dipakai dalam cyber war sebelum meneruskan kata-katanya,
“Oleh karenanya, semua pihak sangat penting untuk menyadari situasi ini dan tidak mudah terpengaruh dengan isu2 hoaks yang diproduksi secara masif tersebut. Upaya pencegahan dan penyadaran, khususnya perlu kita lakukan pada mereka yang masih mampu memelihara akal sehatnya. Eksistensi NKRI sangat mahal untuk dipertaruhkan jika kita tidak mampu menyadari situasi ini.”
Saya pun menimpali kata-katanya :
“Saya sangat setuju dengan apa yang Anda sampaikan. Betapa mahalnya ongkos yang harus ditebus untuk sebuah jabatan Presiden yang cuma 5 tahunan ini kalau harus mengorbankan persatuan & kesatuan bangsa. Semoga Tuhan masih berkenan melindungi Bangsa Indonesia dan NKRI ….”
Dari uraian dan diskusi panjang hampir 2.5 jam yang “mencerahkan” dan sekaligus mengundang kekhawatiran tersebut, pada akhirnya saya menutup pembicaraan itu dengan ucapan terima kasih dan selamat bertugas kepada pejabat BSSN tersebut.
Tanpa terasa, rangkaian kereta baru hasil produksi BUMN PT INKA ini akan segera memasuki Stasiun Besar Gambir …
Sumber : Dari Group WA Teater Zephlin
Comment