OLEH OLEH Bunda Biyung AR Jalan Jalan Ke Kota SOLO dalam Kebhinnekaan IMLEK 2572/2022
Bunda Biyung AR beruntung bisa di pertemukan dengan Wakil Ketua PMS (Perkumpulan Masyarakat Surakarta) dan Ketua Panitia Imlek 2572/2022, Sumartono Hadinoto yang pernah mendapat banyak penghargaan atas berbagai Prestasi dan Semangat Berbakti Untuk Negeri Republik Indonesia dan Pengabdiannya kepada Masyarakat Di Kawasan Kota Solo Surakarta Raya dan Sekitarnya.
Berbagai penghargaan pun berhasil Sumartono peroleh untuk kiprah dan kontribusinya dalam melayani dan membangun masyarakat Kota Solo dan juga Indonesia.
Bahkan di awal tahun 2018, penghargaan berupa Global Business & Peace Award and Symposium 2018 dari PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) berhasil direngkuhnya karena dianggap berjasa pada dunia bisnis dan memperjuangkan pemahaman dan perdamaian lintas agama.
Karena reputasinya dalam dunia kemanusiaan, kepedulian, dan kebangsaan, Sumartono dipercaya menjadi narasumber di berbagai acara televisi baik TV lokal maupun TV nasional.
A. OLEH OLEH PERTAMA
“Sosok Sumartono, tokoh Tionghoa asal Solo penerima penghargaan perdamaian PBB”. merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-02.
Panitia Imlek 2572/2022 Kota Solo telah memasangkan dua lampion besar berbentuk Lampion shio Macan dan Lampion Dewa Rejeki.
Lampion besar itu masing-masing diletakan di Balai Kota Solo dan Jembatan Ketandan.
“Jumlah lampion di tahun 2022 lebih sedikit dari biasa memasang 5 ribu lampion menjadi seribu lampion,” ucap Sumartono.
Sumartono menambahkan perayaan Imlek tahun 2022 mengusung tema ‘Dengan Menjaga Kebhinekaan Kota Solo Wibawa Menghalau Pandemi”
“Kami mengusung tema ini tidak hanya sebagai perayaan masyarakat Tionghoa, melainkan bangsa Indonesia, Imlek sudah menjadi masyarakat Solo,” ucapnya.
Ketua Panitia Imlek Bersama 2022 Kota Solo Sumartono Hadinoto di Solo, Rabu, mengatakan jika pada tahun-tahun sebelum pandemi COVID-19 jumlah lampion yang dipasang di kawasan Pasar Gede dan beberapa titik lain mencapai 5.000 lampion, kali ini hanya akan ada 1.000 lampion yang terpasang.
B. OLEH OLEH KEDUA
Pesan Tokoh PMS Sumartono : Siapapun Wali Kota Dan Wakilnya, Kebhinekaan Di Solo Harus Dijaga
Hal itu disampaikan Wakil Ketua PMS, Sumartono Hadinoto pasca pertemuan dengan Gibran-Teguh itu di gedung PMS (Perkumpulan Masyarakat Surakarta) Solo di Jalan Ir Juanda Nomor 47, Kelurahan Purwodiningratan, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Sabtu (12/9/2020).
“Kita melihat kebhinekaan betul-betul dijaga,” tutur Sumartono.
“Kita melihat mereka yang intoleransi tidak sekedar membuat sebuah konflik tetapi mereka betul-betul punya tujuan merubah ideologi,” tambahnya.
Menurut Sumartono, menjaga kebhinekaan harus melibatkan banyak pihak.
“Dengan gotong royong antara pemerintah, TNI, Polri, dan dinas-dinas. Mereka masuk melalui pendidikan dan agama,” kata Sumartono.
“Ini sangat rawan bila dibiarkan saja ke depannya. Kebhinekaan sudah ada sejak zaman Majapahit sampai sekarang kebhinekaan tidak bisa ditawar,” urai dia.
Sumartono menyampaikan menjaga kebhinekaan menjadi tugas bersama bagi masyarakat.
“Indonesia terdiri dari berbagai suku dan agama. Kalau ini tidak bisa dijaga benar-benar apalagi kalau yang dirubah ideologinya akan selesai indonesia,” ujar dia.
“Ini menjadi PR bersama kitapun sebagai masyarakat Kota Solo harus berkontribusi nyata. Tidak bisa membiarkan. Semua harus berperan aktif,” tandasnya.
C. OLEH OLEH KETIGA
Kampung Sudiroprajan Saksi Sejarah Akulturasi Hingga 2022
Berkat Kerja Kerja Open Mind dan Sinergi Sinergitas Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) : Masyarakat Solo kembali mempunyai ruang untuk menyambut Imlek dengan grebek Sudiroprajan. Sebuah proses akulturasi budaya yang hampir saja tertelan sangkala.
Semenjak saat itu, china town di Solo, Sudiroprajan menjadi begitu hidup. Kebudayaan masyarakat Tionghoa seperti menemukan kembali ruh yang dulu pada masa orde baru sempat meredup. Terlebih usai kejadian kelam Mei 1998.
Kampung Sudiroprajan hadir sebagai salah satu pusat dimensi budaya Tionghoa semenjak zaman Kolonial Belanda berkuasa.
D. OLEH OLEH KEEMPAT
Tulisan SEJARAH KEREN dan HEBAT : Rachmad Bahari di Bawah Ini
Catatan tentang :
Akulturasi Budaya Cina dan Jawa di Surakarta
Orang -orang Cina Peranakan memiliki Daya Peran dan Laku Tindakan Sadar Berkesadaran dalam Pelestarian Budaya Tradisional Lokal, terutama Jawa di pedalaman. Tanpa peran Para Maecenas Tionghoa, Wayang Orang mungkin hanya menjadi tontonan eksklusif di lingkungan Istana.
Ketika terjadi Krisis Gula, Wayang Orang yang menjadi kebanggaan Kadipaten Mangkunagaran, sejak MN IV menjadi beban pemerintah praja. MN V menginginkan pentas Wayang Orang tetap dipertahankan secara rutin, padahal ekonomi sedang berdarah-darah, dan pengelolaan PG Tjolomadoe dan Tasikmadoe diambil alih pemerintah India Belanda untuk disehatkan dan beban utang MN direstrukturisasi.
Pergelaran Wayang Orang dihentikan pada masa MN VI. Para abdi dalem pemain wayang, penari dan niyaga atau penabuh gamelan yang menganggur diajak babah Gan Kam untuk memainkan Wayang Orang di luar pura dan penontonnya ditarik bayaran. Pementasan dilakukan di gedung Sana Harsana (kemudian menjadi bioskop Ura Patria) di Pasar Pon. Melihat animo penonton yang besar babah yang lain Lie Wat Gie dan Liem Hwat Djin mendirikan kelompok wayang orang yang lain dan dipentaskan di gedung Shonan (kelak menjadi Dhadhy Theatre) dan Srikaton (pernah menjadi markas Grup Kethoprak Srikaton dan Bioskop Trisakti).
Sunan PB X kemudian mengizinkan Tiga Kelompok Wayang Orang itu bermain secara bergantian di Taman Sriwedari. Kemudian PB X membentuk Kelompok Wayang Orang sendiri yang berpentas tiap malam di Taman Sriwedari dengan kostum gemerlapan, digelar di panggung proscenium dengan tata cahaya dan tata suara yang ditangani oleh orang Belanda Frans Rademaker yang juga merangkap Direktur WO Sriwedari.
Ketika berdiri radio siaran milik MN Solosche Radio Vereeniging (SRV) dengan jangkauan lebih dari setengah wilayah India Belanda, sebagian abdidalem MN kembali dan bergabung dalam WO SRV (sekarang RRI Surakarta).
Di dunia musik keroncong, Solo adalah salah satu episentrumnya selain Jakarta (Kerontjong Toegoe), Medan, dan Makassar.
Di Solo kemudian lahir genre baru selain keroncong asli, stambul, dan langgam, yakni langgam Jawa yang mengadopsi dan mengadaptasi bebunyian gamelan dengan alat musik modern. Fungsi bonang dan gambang diambil alih oleh gitar, biola menggantikan rebab, tenor banjo (cak), ukulele (cuk) dimainkan ala saron dan demung, cello yang seharusnya digesek dimainkan dengan dipetik (piccicato) dan badannya ditepuk-tepuk selayaknya kendhang, dan contrabass menggantikan fungsi gong.
Beberapa orang Tionghoa Solo tercatat sebagai pemilik grup orkes keroncong (OK) pada awal abad ke-20 Untuk langgam Jawa yang menonjol adalah Gesang Martodarsono, sedang komposer yang lain adalah Sapari, di bawahnya ada Samsidi, Arimah (Maladi) di bawahnya lagi ada Ismanto, Darmanto, dan jangan lupa Teguh Srimulat yang seorang Tionghoa Peranakan dari Klaten. Teguh pernah bereksperimen menggantikan cello dengan kendhang ciblon di dalam sajian musik selingan pertunjukan Aneka Ria Srimulat.
Di bidang Perkerisan, Sastra, Batik, Tari, dan Budaya Jawa secara menyeluruh sangat menonjol peran Go Tik Swan yang berlatar belakang pendidikan Sastra Jawa UI. Go Tik Swan selain ditugasi Presiden Sukarno untuk menggubah Batik Indonesia yang memadukan berbagai corak dan teknik pewarnaan kain dari berbagai daerah. Go Tik Swan adalah cucu dari Majoor der Chineezen (Mayoor Cina atau disebut Babah Mayor) pachter Pasar Gede Hardjonagoro. Nama Hardjonagoro kemudian dipakai Go Tik Swan ketika dianugerahi gelar bangsawan KRT, KPH, dan terakhir Panembahan, gelar tertinggi dan satu-satunya yang diberikan Karaton Surakarta kepada seorang Tionghoa Peranakan.
Para Babah Saudagar Tionghoa Peranakan adalah Pelestari Budaya Jawa yang tidak diragukan dedikasinya.
Saat ini (2022) Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) masih memiliki grup wayang orang panggung amatir dan menyelenggarakan latihan tari Jawa secara rutin.
Gamelan Jawa terbaik pernah dimiliki pemilik teh 999 sehingga dikenal sebagai kyai Sanga-sanga. Gamelan yang pernah tercerai-berai karena pewarisan kini bisa disatukan kembali oleh ISI Surakarta.
Ciri khas kyai Sanga-sanga adalah hiasan Liong pada gayor (tempat menggantung gong) tidak seperti gayor Jawa yang berhias ular naga ala Jawa.
Ada pula Ki Otto Suastika ( Siauw Tik Kwie) cantrik sekaligus pengindonesia ajaran Ki Ageng Surjomentaram. Ingat Siauw Tik Kwie ingat pula komik seri Sie Djin Koei yang digambar atas imajinasi dari cerita Sie Djin Koei yang dijawakan menjadi Manggalayuda Sudira.
Jadi ingat pula Sudiraprajan kampung akulturasi Cina Jawa yang tetap lestari di Kota Solo.
Selamat Tahun Baru Imlek 2573 semoga makin Makmur dan sejahtera.
( Rachmad Bahari )
Peramu Tulisan : Guntur Bisowarno dan Biyung AR.