by

Pengamat Minta MK Tetap Konsisten, Independen dan Tegas

Wartaindonews, JAKARTA – Ketua Umum Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI), yang juga pengamat politik Dr Murphi Nusmir. SH, MH, mengapresiasi langkah pasangan calon presiden-wakil presiden, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Alasannya karena MK satu-satunya jalur konstitusional untuk menyelesaikan sengketa hasil Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2019.

Namun, ia menyayangkan opini yang sudah terlanjur berkembang di masyarakat, baik dari kubu Prabowo-Sandi maupun kubu petahana Presiden Joko Widodo-KH Maruf Amin yakni bahwa Prabowo-Sandi pasti akan kalah di satu pihak dan di pihak lain Jokowi-Maruf pasti akan terbukti curang.

Sebab itu, Murphi meminta MK konsisten dengan tugas pokok dan fungsinya, serta tetap menjaga independensinya.
“MK adalah lembaga peradilan yang bebas dan merdeka. Independensi MK ini adalah harga mati yang tak bisa ditawar-tawar lagi,” ujarnya di Jakarta, Senin (27/5/2019) malam.

Sesuai amanat Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, kata Murphi, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

“Jadi, langkah Prabowo-Sandi membawa sengketa ke MK sudah tepat,” cetus Murphi.

Sesuai UU No 24 Tahun 2003 tentang MK, kata Murphi, ada empat fungsi MK, yakni sebagai penafsir konstitusi, sebagai penjaga hak asasi manusia, sebagai pengawal konstitusi atau “the guardian of constitution”, dan sebagai penegak demokrasi. “Dalam konteks sengketa hasil pemilu, MK harus konsisten terhadap fungsinya sebagai penegak demokrasi,” jelasnya.

Di pihak lain, kata Murphi, ada teori dari Alexander Hamilton dan Abraham Lincoln bahwa sebuah pengadilan yang menyelesaikan perkara politik, maka pengadilan itu lebih rentan dekat dengan cabang-cabang kekuasaan, sehingga pengadilan yang harusnya menegakkan keadilan malah terkooptasi oleh kekuasaan.

Mampukah MK membuktikan independensinya? Itulah pertanyaan kita hari ini,” cetusnya sambil mengutip pendapat International Commission of Justice bahwa perselisihan pemilu seharusnya lebih mengemukakan fakta-fakta pelanggaran atau electoral dispute.

Dalam kaitan ini, Murphi menyarankan agar MK memeriksa sendiri fakta-fakta yang ada di persidangan, tidak terpengaruh opini publik, atau pun menjadikan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang pernah menolak gugatan Prabowo-Sandi sebagai inspirasi atau pertimbangan MK dalam memutus gugatan mantan Komandan Jenderal Kopassus itu.

“Secara harfiah MK tak akan memeriksa bukti-bukti yang bersifat formil atau procedural justice maupun subtsntif justice. Yang diperiksa hanya fakta-fakta dugaan adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM),” tukasnya.

“Jangan sampai kekhawatiran masyarakat nanti terbukti, yakni MK akan menjadi judicialization of politics. Artinya, MK hanya kepanjangan tangan dari pihak yang berselisih, terutama pemerintah. Jangan sampai kemenangan dalam proses peradilan di MK hanyalah sebagai penguatan legitimasi atas hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU),” lanjutnya.

Gugatan Prabowo-Sandi atas hasil Pilpres 2019 di MK, masih kata Murphi, menyedot perhatian publik, baik domestik maupun internasional, sehingga MK harus eksta-hati-hati dalam mengambil keputusan.

“Intinya, MK harus konsisten dan independen,” tandasnya sambil menyarankan, ke depan DPR RI perlu membentuk UU Pidana Pemilu sebagai aturan khusus atau lex specialis, sehingga dugaan tindak pidana pemilu, termasuk berupa provokasi yang dilakukan masyarakat, bisa lebih cepat tertangani. (Iman Borneo)

Kontributor

Comment

Leave a Reply