Diantara beraneka ragam persoalan atau masalah yang dihadapi oleh umat yang saya pernah terlibat langsung mendampinginya, persoalan kali ini adalah persoalan yang berat. Ruwet untuk bisa keluar dari masalah ini. Pendampingannya membutuhkan waktu cukup lama, makan energi dan juga melibatkan banyak orang. Inilah pendampingan kasus ‘Mertua vs Menantu’. Marilah kita ikuti ceritanya! Ada seorang cowok yang masih muda, yang sedang berkembang businessnya. Usahanya maju jaya pesat sehingga cowok ini bisa dikatakan menjadi orang muda kaya!. Ada seorang cewek, mahasiswi tingkat akhir yang sedang mengerjakan tugas akhir alias skripsi. Kedua ciptaan Tuhan ini saling berkenalan. Lama-lama muncul ketertarikan antara mereka berdua. Makin lama relasi mereka semakin dekat, dekat dan dekat. Akhirnya mereka memasuki tahap pacaran. Setiap pulang kuliah, si cewek pasti selalu mampir di toko atau tempat usaha si cowok, dan berlama-lama di sana. Lama kelamaan hal ini diketahui oleh ayah si cewek. Kemudian ayah si cewek memperingatkan si cewek agar sepulang kuliah langsung pulang, tidak usah mampir di toko pacarnya. Namun namanya juga lagi kasmaran, nasihat ayahnya tidak dihiraukan. Akhirnya terjadi ketegangan antara si cewek dan ayahnya.
Sebenarnya maksud peringatan ayahnya itu baik dan logis, agar si cewek menyelesaikan kuliah dulu, jangan sampai terganggu oleh pacarannya. Tetapi justru mereka berdua meminta si ayah untuk segera menikahkan mereka. Bahkan si cowok yang memang berduit, menantang mau kawin lari apabila tidak segera dinikahkan. Inilah awal masalahnya. Akhirnya demi menjaga nama baik keluarga, mereka dinikahkan dan harapannya persoalan selesai. Namun ternyata meski sudah dinikahkan, perselisihan yang sekarang sudah menjadi perselisihan antara mertua vs menantu tidak berakhir juga. Justru persoalannya semakin meruncing. Rupanya antara mertua dan menantu ini ada dalam tanda kutip semacam persaingan kekayaan. Masing-masing menganggap diri lebih kaya daripada yang lain. Kesombongan ada dalam dua pribadi ini. Akibatnya tidak ada komunikasi yang baik. Bahkan sekalipun tempat tinggal mereka dekat, mereka tidak saling berkunjung. Suami tidak mengizinkan isteri untuk berkunjung ke orangtuanya, sehingga kalau berkunjung isteri sembunyi-sembunyi pada saat suami tidak ada di rumah.
Menghadapi persoalan ini, mertua meminta saya agar menjadi mediator. Sejak permintaan itu, saya bersama isteri segera bergerak. Saya berkomunikasi dengan kedua belah pihak dengan berkunjung bergantian ke rumah masing-masing. Saya melakukannya beberapa kali, namun tidak ada hasilnya karena kesombongan keduanya. Ketika saya mengajak agar mereka ber-rekonsiliasi dengan meminta menantu untuk bersedia memulai membuka komunikasi dan meminta maaf, dia berkata: ‘Wah, ya ndak mau pak Is, saya tidak salah’. Pada kesempatan lain, saya meminta mertua untuk membuka komunikasi duluan, dia juga tidak bersedia dengan mengatakan: ‘Saya kan lebih tua, mestinya dia yang memulai komunikasi dan meminta maaf’. Karena masing-masing bersikukuh tidak mau meminta maaf dan memberi maaf, saya akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan pendampingan.
Setelah lama saya melepaskan pendampingan saya, suatu sore mertua menelpon saya. Dia mengatakan bahwa dia akan datang ke rumah, jam 19.00 WIB. Ternyata dia ingin membicarakan lagi tentang konfliknya dengan menantu. Saya dan isteri diajak membicarakan persoalan itu di sebuah cafe yang buka non stop 24 jam. Beberapa kali kami diajak ke cafe itu. Dari pembicaraan di cafe itu, ada banyak pemikiran yang muncul yang bisa jadi pertimbangan untuk memecahkan persoalan. Saya menawarkan kepada mertua, bagaimana kalau kita mengadakan pertemuan yang melibatkan tokoh-tokoh di lingkungan tempat tinggal mertua dan menantu. Usul saya ternyata diterima. Maka suatu hari, kami mengadakan pertemuan. Hasil dari pertemuan itu menggembirakan. Terjadi rekonsiliasi. Sejak saat itu, relasi mertua dan menantu menjadi baik. Bahkan dalam perjalanan waktu selanjutnya, relasi mereka semakin baik, baik dan baik. Pernah suatu hari saya bertemu mertua secara kebetulan, dia bercerita bahwa menantunya sekarang menjadi menantu yang bisa dibanggakan. Dulu yang awalnya terjadi persaingan antara mertua vs menantu, sekarang justru menjadi partner bisnis yang kompak dan handal.
Penulis: Ph. Ispriyanto