Dunia komunikasi berkembang sangat pesat. Luar biasa. Dulu sewaktu saya masih sekolah, komunikasi lewat surat adalah hal yang lumrah. Orangtua berkabar berita dengan anaknya yang kos di luar kota lewat surat. Demikian pula sebaliknya. Anak ingin bercerita dengan orangtuanya juga lewat surat. Anak muda yang sedang menjalin persahabatan atau terlibat pacaran pun menggunakan surat sebagai media komunikasi mereka. Bahkan pada momen tertentu volume surat di kantor pos bertambah secara drastis. Pada saat hari raya Idul Fitri, Natal, Tahun Baru dan Valentine. Pendeknya surat menyurat menjadi media komunikasi yang penting pada masa lalu.
Sekarang peran surat tergeser oleh media komunikasi yang lebih canggih. Salah satunya yang sangat praktis adalah handphone (HP) atau telpon genggam. Dulu kalau berkirim surat makan waktu lama. Sekarang dengan HP langsung berita sampai kepada yang dituju. Meskipun HP merupakan sarana komunikasi yang canggih dan efektif, saya disini akan berbicara mengenai surat.
Ceritanya demikian. Saya mempunyai seorang siswi sebut saja namanya ‘Bintang’ (bukan nama sebenarnya). Bintang berasal dari kota kecil ‘G’. Namun berhubung Bintang sekolah di kota ‘S’, Bintang harus meninggalkan rumah untuk kos di kota. Keluarga Bintang tetap tinggal di kota ‘G’. Keluarga Bintang terdiri dari lima orang, yaitu: ayah, ibu, Bintang dan dua adiknya. Ayah Bintang berprofesi sebagai supir bus. Ibu Bintang mempunyai warung kelontong kecil di rumah. Adik-adik Bintang masih belajar di bangku SD. Di sekolah pada saat istirahat, Bintang mendekati saya sambil berkata: ‘Pak Is, apakah saya boleh main ke rumah Pak Is?’. Saya menjawab: ‘Boleh’. Ini terjadi pada hari Jumat. Sore hari pada hari yang sama, Bintang datang ke rumah. Setelah duduk, Bintang mulai bercerita tentang keprihatinannya. Bintang prihatin terhadap keluarganya (ibu dan dua adiknya) karena ayah Bintang setiap malam tidak tidur di rumah. Ayah Bintang pasti pergi meninggalkan rumah setelah ibu dan adik-adik Bintang tidur. Biasanya sekitar jam sepuluh malam, sehingga mereka tidak tahu kalau ayah Bintang pergi. Agar anggota keluarga tidak mengerti bahwa ayah Bintang semalam sebenarnya tidak tidur di rumah, ayah Bintang sengaja pulang sebelum ibu dan adik-adik Bintang bangun. Ayah Bintang pulang pagi-pagi benar, biasanya sekitar jam empat pagi. Ayah Bintang langsung masuk ke kamarnya sendiri dan langsung tidur, sehingga pada waktu ibu dan adik-adik Bintang bangun pagi mereka melihat ayah Bintang di rumah.
Ada pepatah yang berbunyi: ‘Sepandai pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga’. Sepandai pandainya ayah Bintang menyembunyikan kepergiannya pada malam hari, akhirnya ketahuan juga. Meskipun kepergiannya pada malam hari sudah diketahui oleh keluarga dan diminta untuk tidak pergi lagi malam hari, ayah Bintang tetap nekat. Ayah Bintang ternyata pergi berjudi. Yang lebih memprihatinkan lagi, ayah Bintang sering minta uang kepada ibu Bintang dari hasil penjualan warung kelontong. Keluarga sudah meminta ayah Bintang untuk tidak pergi lagi, namun dicuekin. Bintang sebagai anak sulung merasa bingung. Dengan cara apa dia bisa memperingatkan ayahnya. Maka, dia datang kepada saya dan minta bantuan. Sebagai seorang awam, bukan psikolog atau konselor, saya bingung juga. Namun, malam hari sebelum tidur saya menemukan ide yang mungkin bisa membantu mengatasi masalah Bintang. Karena dengan peringatan secara verbal, dengan tatap muka dan bicara langsung tidak berhasil, bisa jadi surat bisa menjadi media alternatif.
Hari Sabtu Bintang datang lagi ke rumah untuk menemui saya. Intinya Bintang ingin tahu apakah saya ada saran atau pendapat untuknya. Apa yang mesti dilakukan. Begitu Bintang duduk, saya berkata kepadanya: ‘Berhubung ayah Bintang sudah diminta untuk tidak pergi malam hari dengan secara langsung atau tatap muka, tetapi tidak berhasil, saya punya ide lewat surat. Sekarang kamu tulis surat untuk ayahmu. Di akhir surat kamu berempat cantumkan nama dan tanda tangan. Kamu, ibu dan kedua adikmu. Tulis yang rapi. Masukkan amlop. Taruhlah surat itu di meja kanan ayahmu, supaya terlihat. Saya yakin akan dibaca. Siapa tahu ayahmu akan tersentuh dan tidak pergi lagi. Jadi setelah kamu menulis surat, kamu langsung pulang ke rumahmu, siang ini. Nanti hari Senin, kamu temui saya. Beritahukan apa pun yang terjadi setelah surat ditaruh di kamar ayahmu’. Mendengar uraian saya, Bintang berkata: ‘Saya tidak bisa membuat suratnya, Pak’. Oke, saya akan buatkan surat. Nanti kamu tulis kembali surat yang saya buat.
Hari Senin pada saat istirahat, Bintang memberi laporan pada saya. Dengan raut muka yang sedih Bintang berkata: ‘Pak Is, suratnya tidak dibaca dan ayah Bintang masih pergi malam hari’. Saya menghibur Bintang: ‘Oke, sabarlah. Jangan menyerah. Coba diamati terus. Yang penting kamu setiap Sabtu harus pulang. Siapa tahu dengan kehadiranmu setiap malam minggu, ayahmu penasaran kepengin tahu mengapa kamu yang biasanya pulang hanya sebulan sekali, sekarang seminggu sekali. Kalau nanti ayahmu menanyakan kenapa kamu sekarang rajin pulang, katakan bahwa kamu ingin bertemu dan berkumpul dengan seluruh anggota keluarga, bercanda tawa ria bersama. Sekali lagi, jangan menyerah, jangan putus asa. Sabtu depan pulang lagi. Senin beri saya laporan’.
Sabtu setelah sekolah, Bintang pulang. Senin, Bintang memberi laporan kepada saya. Dengan ekspresi wajah yang berbeda dari minggu yang lalu, Bintang bercerita bahwa ayahnya tidak pergi malam. Oke. Ini kabar baik. Tetapi ayahmu di rumah kan pada malam minggu, coba tanyakan pada ibu dan adikmu, apakah hari-hari yang lain ayahmu tidak pergi, jangan-jangan ayahmu tidak pergi karena rasa tidak enak saja karena kehadiranmu. Setelah dicek pada ibu dan adiknya, ternyata ayah Bintang memang sudah tidak pergi malam. Ada perubahan yang luar biasa. Ayah Bintang menjadi lebih peduli kepada keluarga. Bintang yang dulu diberi uang saku mepet alias sedikit, sekarang diberi lebih longgar alias banyak. Ayah Bintang sudah tidak mengganggu uang dari hasil penjualan warung kelontong yang dikelola ibu Bintang. Sekarang Bintang bisa kembali belajar dengan tenang dan prestasinya pun menjadi lebih baik. Lewat surat masalah keluarga Bintang teratasi. Inilah keajaiban surat.
Berikut adalah surat yang saya buat atau tulis untuk ayah Bintang:
Untuk ayah yang terkasih.
Ayah pada kesempatan ini, kami berempat ingin mengungkapkan perasaan kami yang selama ini kami simpan rapat-rapat dalam hati. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada ayah karena ayah sangat peduli kepada kami. Ayah telah menyekolahkan kami dan memenuhi kebutuhan kami: sandang, pangan dan kebutuhan lainnya.
Pada kesempatan ini, kami juga ingin menyampaikan kekhawatiran kami. Sekarang ini kalau malam, ayah selalu pergi sehingga kami hanya berempat atau bertiga. Kami mengkhawatirkan ayah. Keberadaan ayah tidak kami ketahui. Di rumah, kami juga mengalami ketakutan. Kami tidak bisa tidur nyenyak. Kami seperti anak ayam yang ditinggalkan induknya. Kami sangat mengharapkan kehadiran ayah di tengah-tengah kami. Kami ingin bercanda, omong-omong dengan ayah dan seluruh anggota keluarga. Itulah harapan kami. Itulah kebahagiaan kami.
Terima kasih ayah.
Kami mencintai ayah, kami membutuhkan ayah.
Beberapa waktu setelah keluarga Bintang menjadi normal atau baik kembali, di sekolah Bintang menemui saya. Bintang mengungkapkan kegembiraan hatinya. Bintang mengucapkan terima kasih pada saya. Karena begitu gembiranya, Bintang ingin bersama seluruh keluarga datang ke rumah. Saya mengatakan tidak perlu. Yang penting ayah Bintang sudah tidak pergi lagi. Bahkan ayah Bintang menjadi pribadi yang lebih peduli terhadap keluarga. Bersyukurlah kepada Tuhan. Itu sudah cukup. Tetapi Bintang tetap mau datang ke rumah. Akhirnya Bintang datang lengkap dengan ayah, ibu dan kedua adiknya. Kami sempat saling memperkenalkan diri dan omong-omong. Setelah dirasa cukup, mereka mohon pamit. Inti kedatangan keluarga ini adalah ayah Bintang ingin menyatakan terima kasih kepada saya, yang sudah berkenan mendampingi Bintang di sekolah. Memang Bintang cukup dekat dengan saya. Setelah saling bersalaman, mereka masuk mobil. Saya melepas mereka sambil memandangi wajah mereka yang nampak bahagia, penuh suka cita. Mereka penuh suka cita. Saya pun penuh suka cita. Berita baik setelah saya lama tidak ketemu Bintang, ternyata Bintang sekarang menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi terkenal di Jawa Tengah. Informasi ini saya terima dari teman Bintang sewaktu masih belajar di SMA.
Penulis: Ph. Ispriyanto
Comment