by

Kongres Advokat Indonesia DPD JATENG Kerjasama Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Dengan Institut Islam Mamba’ul ulum

-Daerah-598 views

Wartaindonews, Solo – Perjuangan KAI DPD Jateng pimpinan Asri Purwanti, SH, MH, CIL, dalam menggandeng kampus di Solo telah membuahkan hasil. Kurang lebih seminggu yang lalu tepatnya di hari Kamis, tanggal 18 Maret 2020, KAI DPD JATENG yang di nahkodai Asri telah melakukan penandatanganan Kerjasama Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dengan Institut Islam Mamba’ul ulum (IIM). 

Penandatangan Piagam Kerjasama antara Rektor IIM Drs.H. Suhadi, MSI dengan Ketua DPD KAI JATENG Asri Purwanti, S.H., M.H., CIL telah dilakukan +/- pukul 16.15 di Kampus IIM.

Dalam penandatangan tersebut hadir Vice President DPP KAI Aprillia Supaliyanto, M.S., S.H. memberikan sambutan yang intinya men-support DPD KAI JATENG dan IIM atas terlaksananya kerjasama kampus berlatar belakang islami tersebut. Selain itu beliau menceritakan sejarah perjuangan berdirinya KAI yang masih exist hingga saat ini.

Menurut Asri, pelaksanaan penyelenggaraan PKPA akan digelar antara akhir Maret hingga pertengahan April sebelum puasa, sambil melihat situasi dan kondisi kesehatan masyarakat biar bebas dari virus corona lebih dulu.

Persaingan antar organisasi advokat dalam merekrut anggotanya sudah begitu ketat bersaing di lapangan. Perguruan Tinggi yang mempunyai fakultas hukum tidak mau membuka diri apabila perguruan tinggi tersebut telah bekerjasama dengan salah satu organisasi advokat.

Mengapa Perguruan Tinggi membatasi kerjasama hanya dengan satu organisasi advokat saja? Di era globalisasi seperti Ini mestinya praktek monopoli semacam itu tidak selayaknya diterapkan oleh Perguruan Tinggi. Bukalah kran kerjasama dengan organisasi advokat sebanyak mungkin, biarlah di era free fight competition lulusan sarjana hukum di perguruan tinggi tersebut bebas memilih organisasi advokat yang cocok sesuai hati nuraninya.

Jumlah organisasi advokat di Indonesia yang sudah melebihi limitatif maksimum 8 organisasi advokat sesuai UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003. Apalagi terdapat organisasi advokat yang sama namanya tetapi memiliki 3 pimpinan yang berbeda, contohnya Organisasi Advokat KAI (Kongres Advokat Indonesia) dan PERADI yang masing- masing pecah menjadi 3 organisasi yang berarti ada 3 pimpinan yang mengklaim semuanya sah, selain itu masih ada Peradin, Ikadin, IAI, Ferari, AAI, IPHI, AKHI, SPI, HKHPM, HAPI, APSI dan lain-lain. Bagaimana mereka dapat menyelenggarakan PKPA kalau perguruan tinggi di kotanya atau di daerahnya tidak mau bekerjasama dengan organisasi advokat yang lain ?

Akhirnya dalam praktek di lapangan banyak advokat yang mempunyai dua atau lebih kartu tanda anggota (KTA) organisasi advokat.

Mungkinkah PKPA nantinya dapat diselenggarakan sendiri oleh setiap organisasi advokat dan tidak harus melalui perguruan tinggi, kalau sistem monopoli masih tumbuh subur di berbagai perguruan tinggi ? Ataukah perlu ada penegasan aturan lagi bahwa setiap perguruan tinggi wajib menerima kerjasama PKPA dengan setiap organisasi advokat?

Demikian papar Asri saat bincang-bincang dengan tim Wartaindonews di kampus IIM. (Dts)

Kontributor

Comment

Leave a Reply