by

Kades Ngargotirto Memungut Biaya Program PTSL Melebihi Yang Ditetapkan Dalam SKB 3 Menteri Berdasarkan Hasil Rembuk Desa Dengan Warga (Tinjauan Dalam Perspektif Hukum)

Wartaindo.news – Sragen. Ada beberapa program prioritas pemerintah pusat. Salah satu yang paling sering dibicarakan, oleh Ir. Joko Widodo (Jokowi), selaku Presiden RI, adalah PTSL (Pendataan Tanah Sistematis Lengkap). Program ini, Katanya gratis.

Memang, berdasarkan program pemerintah pusat, PTSL tidak murni gratis. Ini sesuai dengan aturan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor: 25/SKB/V/2017, Nomor: 590-3167A Tahun 2017, Nomor: 34 Tahun 2017. Tentang pembiayaan persiapan PTSL, keputusan ketujuh nomor 5. Yang bertuliskan, Kategori V (Jawa dan Bali), sebesar Rp.150 ribu.

Adapun biaya Rp 150 ribu per bidang, yang dimaksudkan untuk pembelian patok 3 buah, materai 1 lembar dan adminitrasi serta transportasi aparat desa.

Sedangkan Gubernur Ganjar Pranowo menerbitkan Surat Edaran Gubernur Jateng Bernomor 590/0002669 tentang Tindak Lanjut Pelaksanaan Prona di Jawa Tengah.

Dalam Surat Edaran Gubernur Jateng tersebut bupati diminta memfasilitasi pemerintah desa menyusun peraturan desa yang mengatur pembiayaan sertifikasi Prona yang dibebankan kepada pemohon berdasarkan pada rembug desa.

Sementara wali kota memfasilitasi kelurahan melalui kecamatan untuk pembiayaan sertifikat Prona berdasarkan rembuk warga.

Soal standar biaya yang dibebankan kepada pemohon, ditetapkan dalam musyawarah desa. Untuk seluruh biaya yang dikeluarkan masyarakat tidak boleh melebihi ketentuan yang ditetapkan peraturan desa.

Sementara itu Daryono Kepala Desa Ngargotirto saat dibungi awak media melalui WhatsApp Menjawab pungutan Rp 650.000,- adalah Himbuan Bupati, dan pungutan Rp.700.000,– adalah kesepakatan (ujarnya)

[ 18/2 11.44: NgArgotirto mungut ptsl itu ..rp 700 bos tidak 900 mks.

18/2 11.48: Pungutan rp 700 sudah kesepakatan warga bos mohon maaf.

18/2 11.53: Saya tau himbaua n ibu bupati sebesar rp 650 bos ]

Riwayat chatting Wartawan Wartaindo.news via WhatsApp dengan Kades Ngargotirto.

Namun, beda kenyataan di lapangan. Warga ternyata, tetap dibebankan sejumlah biaya. Nilainya, bervariasi. Setidaknya, kisaran Rp.700 ribu, hingga 900 ribu rupiah. Kasus tersebut, terjadi di beberapa daerah. Salah satunya, di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Desa Ngargotirto, Kecamatan Sumberlawang.

Kenapa warga yang ingin memiliki sertifikat ditarik biaya berbeda. Menurut sumber, untuk kisaran Rp. 700 ribu hingga Rp.900 ribu, itu untuk warga setempat. Sementara, warga yang berada di luar wilayah, namun memiliki tanah di Kabupaten Sragen, dibebankan hingga 1 juta rupiah.

“Sejujurnya, kami agak berat. Namun, mau gimana lagi,” kata sumber dari kalangan warga desa Ngargotirto yang ikut mengurus sertifikat yang tidak mau disebut namanya. Menurut warga, pihaknya sedikit kaget, saat mengetahui bahwa program tersebut sebenarnya, digratiskan oleh pemerintah pusat.

Sementara itu, Bupati Sragen, Dr. Kusdinar Untung Yuni Sukowati, didampingi staf jajaran instansi terkait, saat dikonfirmasi wartawan media ini, pada 07/01/2019, di kantornya, mengatakan bahwa masalahnya tidak sesederhana itu. Ada mekanisme yang harus dilalui. Artinya, penarikan dana dari warga dalam mengurus sertifikat, tetap ada aturannya.

Disana, ada kisaran toleransi pungutan yang boleh ditarik. Antara Rp. 650 ribu, “Kami (pemkab Sragen), cuma mengikuti Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah. Nomor: 590/0002669. Tentang, Tindak Lanjut Pelaksanaan Prona,” ujarnya.

Ia menggambarkan, kepada kepala desa se-kabupaten untuk melakukan rembuk / musyawarah desa. Dimana kemudian hasilnya perdes, jika harus memungut biaya lebih dari masyarakat.

Menurut Asri sebagai praktisi hukum : “Aneh, bila ditinjau secara hukum, suatu peraturan dibawahnya bisa digunakan sebagai dasar pelaksanaan di lapangan, walaupun warga masyarakat telah sepakat dalam rembug desa, tetapi apakah mereka mengetahui aturan hukum tersebut ? Apakah sudah dilakukan penjelasan secara “gamblang” (jelas) saat rembuk desa tentang peraturan-peraturan tersebut ?”

“Disamping itu, apakah Kades juga transparan atas penggunaan dana yang dipungut ke masyarakat sebagai bentuk pertanggungan jawab kepada warganya, seperti berapa harga patok, berapa biaya administrasi, berapa biaya untuk operasional.

Terus sisa dananya untuk apa? Apabila per sertipikat per bidang tanah menghabiskan dana Rp. 300.000,- dan jika Kades memungut Rp.700.000,-per sertipikat maka sisa dana per sertipikat ada Rp.400.000,-tinggal dikalikan saja ada berapa sertipikat yang diurus. Demikian tutur Asri.

 

Editor – Dannyts

Kontributor

Comment

Leave a Reply