Wartaindonews, Lumajang – Membaca berita di Surya.co.id pada hari ini, Kamis 13-06-2019, saya benar-benar kaget, heran, gak habis pikir, kok ya ada seorang suami pinjam uang ke tetangga desa dengan jaminan gadai bukan berwujud barang melainkan orang, yang tak lain adalah istrinya sendiri.
Suami yang pinjam uang dan orang yang meminjamkan uang, apa mereka sudah tidak waras semuanya?
Istri itu kalau orang Jawa menyebutnya “Garwo” yang diartikan sebagai “Sigaraning Nyowo” (belahan nyawa/jiwa).
Bejadnya moral para pelaku baik yang meminjam uang yaitu Sdr. Hori sebagai suami yang rela mengorbankan istri (garwo). Demikian pula yang memberikan pinjaman uang (penggadai) yaitu Sdr.Hartono dengan jaminan gadai istri Sdr.Hori yang berinisial R (35 tahun).
Jelas perbuatan Hori dan Hartono tersebut merupakan kesepakatan jahat karena mengorbankan kemerdekaan perempuan. R sebagai istri yang patuh kepada suami, tidak berarti harus mengorbankan harga diri sedemikian rupa.
Perbuatan Hori seperti prostitusi terselubung yang dibalut dengan perjanjian utang piutang atau mirip transaksi kawin kontrak dengan obyek si istri yang dibalut perjanjian utang piutang sejumlah Rp.250 juta.
Yang bisa dijadikan obyek gadai adalah Barang atau komoditas dalam pengertian ekonomi adalah suatu objek atau jasa yang memiliki nilai. Nilai suatu barang akan ditentukan karena barang itu mempunyai kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan. Dalam makro ekonomi dan akuntansi, suatu barang sering dilawankan dengan suatu jasa.
Sedangkan manusia itu bukan barang. Jadi jelas tidak bisa dijadikan obyek gadai. Bagaimana bentuk pengikatan gadainya?
Manusia diartikan sebagai makhluk yang berpikir dan berakal budi.
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany ia menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang dianggap paling mulia. Hal tersebut dilandaskan dari kemampuan manusia yang dapat berfikir dan memiliki 3(tiga) dimensi yaitu badan, akal, serta roh.
Kejadian tersebut diatas, Jadi ingat peristiwa Pandawa bermain dadu melawan Kurawa, karena nafsu bermain di meja judi menyebabkan Yudistira lupa diri, setelah harta habis, pihak Kurawa meminta taruhannya adalah Drupadi istri Yudistira yang cantik dan itupun disetujui oleh Yudistira, yang berakhir Drupadi dipermalukan, ditelanjangi di depan Pandawa, namun karena dilindungi oleh dewa, kain yang dipakai Drupadi saat ditarik oleh Dursasana tak bisa habis-habis dan Drupadi bersumpah tak akan mengikat rambutnya sebelum bisa keramas dengan darah Dursasana.
Sumpahnya terkabul saat perang Barata Yudha, Dursasana tewas ditangan Bima dan darah Dursasana digunakan untuk keramas Drupadi.
Berbeda dengan Hori, istrinya diserahkan kepada Hartono sebagai jaminan gadai selama setahun. Karena tak bisa menebus istrinya sebesar Rp 250 juta, maka Hori berencana untuk membunuh Hartono, namun salah sasaran, malah yang dibunuh orang lain yang mirip Hartono.
Hori pun kini telah ditahan Polisi Lumajang, menghadapi tuntutan pembunuhan yang direncanakan yaitu Pasal 340 soal pembunuhan berencana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.
Terus bagaimana nasib R ( Istri Hori) yang dikuasai oleh Hartono? Mampukah hukum menjerat Hartono sebagai penggadai istri orang maupun Hori yang menggadaikan istrinya sendiri?
Kita tunggu Polisi dan Jaksa akan menggunakan pasal mana dari Undang-Undang yang mana? Kita tunggu hasil penggodogan para penegak hukum. (Dannyts)
Comment