Wartaindonews — ‘FORTITER IN RE ET SUAVITER IN MODO’ adalah sebuah ungkapan berbahasa Latin. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya ‘Tegas dalam prinsip namun lembut dalam cara’. Saya sangat terkesan dengan ungkapan ini, karena dalam ungkapan ini terkandung nilai – nilai yang sangat bagus, yang bisa dijadikan pedoman dalam meniti roda kehidupan. Ungkapan ini saya jadikan pola asuh dalam posisi saya sebagai orangtua bagi anak kandung saya dalam keluarga. Ungkapan yang sama juga saya jadikan pola asuh bagi anak didik saya di sekolah, karena profesi saya sebagai seorang guru.
Saya mempunyai pengalaman yang sangat menarik bagaimana saya mengaplikasikan ungkapan ini dalam keluarga saya. Dalam hal ini pengalaman bersama anak saya seorang cowok. Pada suatu hari, anak saya ini, yang waktu itu masih duduk di bangku SD, mengajak omong – omong dengan saya. Dia membuka omong – omong dengan cara yang lugu, polos dan saya merasa geli waktu mendengarnya. Dia mengajukan sebuah pertanyaan kepada saya ‘Pak, bapak itu mencari uang untuk siapa?’. Saya menjawab ‘ya untuk keluarga kita: untuk ibu, bapak, kakak dan kamu’. ‘Kalau begitu apakah bapak mau membelikan aku nintendo?’ (Nintendo waktu itu memang sedang ngetrend di kalangan anak – anak). Mendengar permintaan agar saya membelikan nintendo, saya menjawab dengan tegas namun lunak, dengan cara balik bertanya ‘Apakah kalau bapak membelikan nintendo, kamu berani menjamin prestasi belajarmu tidak akan merosot?’. ‘Apakah kalau kamu sedang asyik bernintendoria, tiba – tiba ibu membutuhkan pertolonganmu untuk membelikan minyak goreng karena kehabisan, kamu rela meninggalkan nintendomu?’. Anak saya diam seribu bahasa, tak terucap satu katapun. Dia menunduk. Dia tak sanggup memenuhi syarat untuk dikabulkannya dibelikan nintendo. Dengan begitu saya tidak membelikan anak saya nintendo. Penolakan saya terhadap permintaan anak saya bukan tanpa alasan. Saya berpikir, dia bisa merosot prestasi belajarnya dan menjadi asosial dan hanya asyik dengan dirinya sendiri dengan nintendonya.
Memang saya menolak nintendo, tetapi saya tidak hanya menolak saja. Saya tidak ingin anak saya kecewa karena ditolak permintaannya. Sebagai ungkapan kasih saya dan juga sebagai bukti bahwa saya bekerja mencari uang untuk keluarga, termasuk anak cowok saya ini, saya menawarkan barang lain yang lebih bermanfaat. Bukan sekedar game saja. Maka saya menawarkan barang – barang boleh pilih seperti:
Raket yang bisa digunakan untuk mengembangkan kecerdasan kinesik. Gitar yang bisa digunakan untuk mengembangkan kecerdasan musikal. Buku atau novel yang bisa digunakan untuk mengembangkan kecerdasan verbal linguistik.
Saya sengaja menawarkan barang – barang yang berfaedah, khususnya yang bisa mengembangkan kecerdasan menurut Howard Gardner (‘Multiple Intelligences’ Howard Gardner). Nah itulah penerapan ‘FORTITER IN RE ET SUAVITER IN MODO’ terhadap anak saya di dalam keluarga saya. Saya juga pengalaman yang menarik dalam mengaplikasikan prinsip ‘FORTITER IN RE ET SUAVITER IN MODO’ di sekolah. Saya mempunyai seorang siswi yang super ceriwis, sebut saja namanya ‘Mencowati’ (bukan nama sebenarnya). Suatu saat, ketika saya sedang menerangkan materi pelajaran, si Menco ini tidak mendengarkan saya. Dia sibuk, asyik omong – omong dengan teman akrabnya yang duduk disebelahnya. Saya jengkel. Saya mengingatkan dia supaya diam dengan cara yang lunak tidak emosional dengan membentak bentak. ‘Menco kamu kok tidak mendengarkan saya to?’. ‘Kan saya sedang berbicara, kok malah bicara dengan teman?’. Menco hanya diam saja. Saya mulai melanjutkan bicara lagi. Eh, begitu saya bicara, Menco juga ngoceh lagi. Saya dengan lembut memperingatkan Menco untuk kedua kalinya. ‘Lho bagaimana to, kamu sudah saya peringatkan untuk diam pada saat saya bicara, kok kamu juga bicara lagi. Saya sudah memperingatkan dua kali lho. Sekali lagi kamu tidak mematuhi peringatan saya, kamu akan saya beri sanksi’. Saya kembali berbicara lagi. Dan apa yang terjadi? Menco juga ngoceh lagi. Nah saya sudah memperingatkan dengan cara yang lembut (SUAVITER IN MODO). Sekarang saya akan memberi Menco sanksi, karena sudah diperingatkan tidak menurut. Menco mau minta maaf. Saya bisa memaafkan tetapi sanksi harus dijalankan. Menco saya minta keluar dari kelas. Nah dalam hal ini, saya bertindak tegas. Sanksi tetap sanksi. Hari berikut Menco minta diijinkan boleh masuk kelas, tetapi saya menolaknya. ‘Berapa kali saya memperingatkanmu?’. Dia menjawab: ‘tiga kali’. ‘Nah kamu harus diluar kelas juga tiga kali’. Setelah tiga kali diluar kelas, dia minta maaf dan berjanji diam bila sedang diterangkan. Nah inilah pengalaman saya mengaplikasikan ‘FORTITER IN RE ET SUAVITER IN MODO’. Menco akhirnya menjadi siswi yang baik. Dan dampak positif yang saya petik sejak peristiwa itu, seluruh kelas bahkan juga kelas – kelas lain, yang saya ajar tidak ada yang omong sendiri ketika saya sedang berbicara.
Prinsip ‘Tegas dalam prinsip namun lembut dalam cara’ ternyata bagus dijadikan pola asuh. Setelah lulus, Menco kuliah di salah satu Universitas di Jawa Timur. Dia sering mengirim surat kepada saya. Dalam surat itu, dia mengungkapkan rasa terima kasih kepada saya. Dalam surat itu, dia menyatakan permohonan maaf atas peristiwa yang terjadi dulu, sekaligus bersyukur dia mengalami peristiwa itu. Dia merasa bahwa apa yang saya lakukan itu bagus. Bahkan dia mengadopsi prinsip ini dalam mendampingi anak – anaknya sekarang ini.
Penulis: Ph. Ispriyanto
Comment