Wartaindonews, Solo – Polemik revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi, Revisi Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, dan berbagai pembahasan revisi undang maupun pembentukan undang-undang yang baru dibentuk, menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat.
Akhir-akhir ini kita lihat berbagai demo terjadi diberbagai wilayah yang sebagian besar menuntut tentang ketidaksepakatan masyarakat mengenai revisi undang-undang dan pembuatan Undang – Undang baru. Meskipun tidak secara keseluruhan menolak isi dalam Undang – Undang.
Banyaknya aksi tentang ketidaksepakatan masyarakat terhadap Legislatif dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) misalnya revisi Undang-Undang KPK, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Pemasyarakatan, Undang-Undang P-KS, Undang-Undang Agraria, Undang-Undang Permusikan, Undang-Undang Agraria, Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Agama dan berbagai revisi Undang-Undang maupun pembentukan Undang- Undang Baru.
Hal tersebut terjadi mengingat pembahasan yang dibuat terkesan buru-buru tanpa melibatkan masyarakat dan tanpa adanya uji publik. Uji publik dirasa perlu mengingat berdasarkan pasal 96 Undang – Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan . bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Terlebih lagi undang-undang yang dibahas di DPR RI bersama pemerintah cenderung singkat dan kejar target.
Apabila kita lihat hari ini banyak Rancangan Undang – Undang (RUU) yang menjadi skala prioritas tidak didahulukan sedangkan RUU yang disahkan bukan termasuk RUU prioritas 2019. Misalkan saja revisi KPK yang bukan skala prioritas justru didahulukan untuk disahkan hanya dalam jangka waktu 12 hari pembahasan bersama pemerintah hingga pengesahan, Rancangan KUHP yang masih menuai protes dari banyak akademisi dan masyarakat dipaksakan untuk disahkan pada September ini. Sedangkan, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), RUU keamanan data pribadi yang menjadi prioritas 2019 belum tersentuh oleh DPR RI. Terlebih lagi masa jabatan DPR RI periode 2014-2019 akan berakhir pada tanggal 30 bulan september 2019.
Besarnya tuntuntan dari masyarakat harus nya disadari oleh DPR RI bersama pemerintah untuk membahas secara komprehensif mengenai peraturan yang akan disahkan serta lebih mendengar saran/masukan yang diajukan oleh masyarakat. Mengingat DPR RI merupakan wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat maka, wajib mendengar tuntutan rakyat.
Pada akhirnya, peraturan yang dibuat mengesampingkan dasar filosofis dari aturan yang dibuat yaitu menjamin adanya keadilan, kemanfaatan dan ketertiban maupun kesejahteraan yang menjadi cita hukum mustahil untuk dicapai. Jelas hal tersebut akan berdampak terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang cenderung pemaksaan masyarakat untuk tunduk dan patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang ada tanpa cita hukum yang diharapkan.
Mengingat hukum diadakan untuk masyarakat. maka, pembentukan hukum haruslah melibatkan masyarakat sebagai bentuk kesepakatan umum bukan sebagai aturan yang dibuat sebagai alat legitimasi kekuasaan. Tanpa keterlibatan masyarakat luas pada akhirnya hukum bukan sebagai kesepakatan bersama melainkan alat untuk menindas.
Kesan pembentukan peraturan kejar target oleh lembaga legislatif yang sering terjadi baik ditingkat pusat maupun daerah haruslah diimbangi dengan efektifitas aturan yang dibentuk berdasarka kebutuhan masyarakat akan hukum. Adanya rancangan naskah akademik yang mana didalamnya tertuang gagasan suatu materi hukum ditelaah secara holistik-futuristik (keseluruhan dan mapu mengatasi permasalahan yang akan datang) mengenai urgensi suatu produk hukum harus dibuat dan disahkan. Sehingga, memang pruduk hukum tersebut dibuat atas dasar kepentingan seluruh masyarakat bukan hanya kepentingan sebagian golongan.
Berdasarkan kajian dari HMI Badko Jateng-DIY Bidang Hukum dan HAM sebagai bentuk dukungan dari organisasi kepemudaan terhadap Upaya pemerintah membangun reformasi hukum yaitu: Mengutamakan asas kepastian hukum bagi masyarakat, Legislatif dan eksekutif dalam perencanaan pembentukan peraturan wajib mencermati urgensi dibentuknya Undang – Undang sebagai upaya efektifitas peraturan dan efisiensi anggaran mengingat biaya dibebankan pada APBN, Mendesak DPR RI bersama Pemerintah untuk berperan aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan meminta saran dan masukan terhadap organisasi profesi, akademisi dan praktisi serta organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan tentang Rancangan Peraturan Perundang-undangan, serta lebih cermat dalam membuat skala prioritas pembuatan peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangan asas kepastian, kemanfaatan, dan keadilan terhadap masyarakat. Sebagai bentuk kepedulian dalam reformasi hukum HMI sebagai organisasi perjuangan siap mengawal setiap penyusunan peraturan demi pembangunan nasional.
Pada dasarnya kajian dalam aspek hukum memang masih menjadi sorotan sebagai upaya dalam menopang pembangunan nasional. Serta, sebagai bentuk pengingat terhadap pemerintah untuk lebih aktif melibatkan masyarakat dalam pembangunan hukum. (Yannuar Faishal)