Wartaindonews, SOLO – Kraton Kasunanan Surakarta biasa disebut Kraton Surakarta Hadiningrat/ Kraton Surakarta/ Kraton Solo, setelah wafatnya Sinuhun Pakoeboewono ke XII pada tahun 2004, terus dilanda ontran-ontran antar saudara seperti yang pernah termuat di berbagai media bahwa “Kraton Surakarta Mempunyai Dua Raja yaitu KGPH Tedjowulan dan KGPH Hangabehi” yang akhirnya konflik tersebut dapat diakhiri pada tahun 2012 dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman yang disaksikan oleh beberapa Pejabat Negara pada waktu itu yakni Walikota Surakarta Ir.H.Joko Widodo, Gubernur Jateng Let.Jen.TNI (Purn) H.Bibit Waluyo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof.Dr.Ir.M.Nuh, D.E.A., Menteri Dalam Negeri RI, Gamawan Fauzi, S.H., M.M., Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Dr.Mari Elka Pangestu, Menteri Pekerjaan Umum RI, Djoko Kirmanto, Dipl.HR., Ketua DPR RI Dr.H.Marzuki Alie, S.E., M.M.
Nota Kesepahaman tersebut mengukuhkan dan mengakui KGPH Hangabehi sebagai Raja Kasunanan Surakarta Pakoe Boewono XIII. Sedangkan KGPH Tedjowulan dinobatkan sebagai Panembahan Agung.
Sinuhun Pakoe Boewono XIII sebagai seorang Raja berarti menjadi seorang pemimpin, pemimpin untuk keluarganya maupun para sentono (keluarga besar yang masih ada keturunan dari raja-raja Pakoe Boewono) dan abdi dalem kraton Surakarta. Seorang pemimpin seharusnya mempunyai perilaku dan sikap yang bisa ngayomi (melindungi), ngayemi (menentramkan), ngesuhi (mempersatukan/merekatkan persaudaraan dan kemanusiaan), ngayahi (mampu melaksanakan) dan bisa sebagai panutan (contoh) serta tuntunan bagi keluarga besar Kraton Surakarta pada khususnya maupun masyarakat Surakarta pada umumnya. Namun hal tersebut nampaknya masih jauh dari harapan keluarga besar Kraton Surakarta.
Comment