by

Agar UNESCO Mengakui Budaya Panji, Penari Topeng Flashmob di CFD

Wartaindonews, Malang – Suasana Ijen Boulevard, di depan Perpustakaan Umum Kota Malang sangat berbeda di tiap minggu biasanya, Minggu (7/7) pagi. Puluhan penari terlihat satu persatu masuk dalam barisan berjajar di tengah kerumunan para pejalan kaki.  Para penari tersebut terlihat luwes riang dan gembira mengikuti alunan musik yang bergema. Sehingga mampu menyedot perhatian masyarakat. Tak sedikit, masyarakat yang lewat mengabadikan momen  tersebut dengan ponselnya.

Demi mengenalkan Budaya Panji ke masyarakat luas dan mendapatkan pengakuan dari United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO), Kampung Budaya Polowijen menggelar Flashmob tari Topeng Bapang, Grebeg Jowo, dan Grebeg Sabrang di Car Free Day Jalan Ijen Kota Malang. Diikuti oleh puluhan penari dari berbagai sanggar di Kota dan Kabupaten Malang, flashmob tersebut mendapatkan antusias dari masyarakat Kota Malang.

Isa Wahyudi atau yang akrab disapa Ki Demang Penggas Kampung Budaya Polowijen, mengungkapkan, bahwa tujuan utama dari acara tersebut adalah untuk mendorong Budaya Panji agar diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), sebagai warisan sejarah dunia.

“Cerita Panji ini merupakan cerita luhur dari zaman Kerajaan Jenggolo, berkembang menjadi Kerajaan Kanjuruhan, lalu Singosari dan Mojopahit, bahkan berkembang sampai ke Thailand dan Kamboja,” tuturnya. Tari-tarian tersebut merupakan tarian khas epos panji. Budaya panji merupakan salah satu budaya lokal yang harus terus kita lestarikan,” papar dia.

Pengusulan Cerita Panji untuk dijadikan warisan dunia oleh UNESCO digagas oleh Wardiman Djoyonegoro, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Presiden Soeharto. Sejak 2016 kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (RI) bersama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) dengan mengadakan Festival Panji Nusantara pada 2019, lalu, di Pasuruan, Kediri, Malang, Tulungagung dan Blitar. Selain itu juga diadakan Festival Panji tingkat Internasional tiga tahun sekali di mulai tahun 2018 lalu.

 “Kita dari komunitas yang tidak terlibat dalam acara-acara besar itu, sengaja mengadakan flashmob ini, dengan cara ini (flashmob) kita juga mengenalkan kepada kaum milenial agar lebih mudah dicerna, cerita Panji ini,” ujarnya

Ki Demang. Ia juga menjelaskan flashmob di CFD ini bukan merupakan kali pertama namun sebelumnya telah dilakukan pada 12 sanggar kantong kampung topeng di Kabupaten Malang bahwa Penati Kampung Buyada Poliwjen menari bersama sama dengana para penari dari maaing masing sanggar.

12 Kantong kampung topeng tersebut diantaranya terdapat di Jabung, Kemantren, Gedok, Duwet, Glagahdowo, Tulus Besar, Gubuk Klakah, Kedung Monggo, Lowok Permanu, Jambuwer, Kromengan, Piji Ombo, Jatiguwi dan Senggreng. “Kampung Budaya Polowijen bekerjasama dengan 12 kantong kampung topeng tersebut untuk membantu mengumpulkan 1000 naskah sehingga Budaya Panji bisa diakui oleh Unesco,” tandas Ki Demang

Untuk menggelar flashmob tersebut tak membutuhkan waktu lama, hanya sekitar tiga hari sebelum perhelatan. “Mulanya, kami sebar informasi melalui grup facebook dan whatsapp, ternyata banyak yang antusias dan langsung daftar,” lanjut dia.

Kedepan, pihaknya akan melakukan kegiatan serupa agar budaya khas Malangan bisa lebih banyak dikenal masyarakat. “Saya ingin melakukan kegiatan serupa. Misalnya menari di kampung-kampung tematik, candi atau situs cagar budaya,” katanya. (Ki Demang)

Kontributor

Comment

Leave a Reply